genPI, jurnal, kuliner, mbakyublogger, referensi, review, wisata

Menikmati Pesta Budaya Kalilunjar Banjarnegara, Dari Parade Gendhing Hingga Pesta Pala

“Halo Kinaaan… besok ada acara nggak? Kalo nggak ada acara, ikut acaranya ke Banjarnegara yuuk.. bla.. bla…bla…”

Bikin gemes adalah nama tengah dari Mbak Idah. Siang-siang saya masih umbrus di arena lomba mewarnai kelurahan dalam rangka Agustusan, sudah dikirimin voice note yang panjang banget kaya sepur, yang intinya kami diajak paksa main ke Banjarnegara. Ada Festival Budaya di desa Kalilunjar, dengan iming-iming river tubing, Pesta Pala dan lainnya. Akhirnya setelah ditimbang-timbang kami (saya, suami dan Kinan), akhirnya memutuskan ikut. Tapi sebenarnya saya yang agak ngeyel ikut sih, soalnya udah dua kali absen ajakan mbak Idah main-main ketemuan kayak gini. Selain kangen, juga penasaran kaya apa sih disana?

Naik Bus hingga Naik Becak

Senin (28/8) kira-kira pukul 11.00, kami berangkat dari Wonosobo menuju Banjarnegara menggunakan bus Cebong Jaya jurusan Wonosobo-Purwokerto. Ini juga merupakan pengalaman Kinan pertama naik bis ke Banjarnegara. Untuk bisa sampai di Alun-Alun Banjarnegara, kami merogoh kocek Rp 10.000,- per orang dewasa. Ternyata bus tidak melewati area Alun-Alun, sehingga kami harus turun diseputaran kompleks Alun-Alun, yaitu di Hotel Dapoer Central. Kira-kira sampai disana pukul 12.00 saat adzan sholat Dhuhur. Numpang sholat, minum dan istirahat sebentar, sambil menunggu pesan dari mas Ipong yang masu jemput kami. Tapi ternyata mbak Idah sudah berada di Alun-Alun untuk beli Es Kuwut requestnya mbak Olip. Langsung deh kami bertiga menyusul mbak Idah dengan naik becak dari Dapoer Central menuju Masjid Al-Iman dengan tarif genjot Rp 10.000,- (Daerahnya dekat banget sih,tapi kalau mbayangin suruh jalan ,panasnya gini nggak nahan). Setelah itu, tidak berapa lama, datanglah mobil jemputan (mas Ipong dan mas Agus) yang sebelumnya sudah mengantar rombongan Purwokerto ke Kalilunjar. Kurang lebih perjalanan selama 45 menit, sampailah kami di sekretariat basecamp BAS (Bukit Asmara Situk) Kalilunjar yang cakep banget sih hiasan lampunya, coba ntar malem pasti syahduuu..

Penataan lampu di sekretariat basecamp BAS saat siang hari

Mencoba River Tubing hingga ikut Acara Tirakatan

Turun dari mobil jemputan, langsung ketemu sama temen-temen yang dari Purwokerto : mbak Olip, Pungky, Mas Topan, Afrianti, Desi, Revan. Pasutrinya ada 3 pasang, plus masing-masing 1 anak 😛 Lalu kami makan siang dan ngobrol-ngobrol sekalian reunian dong. Setelah itu, kami siap-siap untuk diajak river tubing di desa Dawuhan. Naik pick-up (tentunya, Kinan di depan, haha)  dan jauuhh.. ternyata. Kalau saya bayangin jalan di Wonosobo itu kaya dari Selomerto menuju Kaliwiro, jauh dan berkelok-kelok. Sesampai disana ternyata ada miskomunikasi sehingga kita harus menunggu, padahal udah sore . Kasian aja si yang main tubing karena yang pasti kedinginan. Yang cerita tubing ini meskipun-saya-gak-ikut-tubing tapi saya ikutan excited. Ikutan anter sampai spot start naik turun sawah dan kebun jagung, tapi setelah pada meluncur terus balik lagi ke basecamp di Kantor Kepala Desa, hahaha.. Nhah malamnya, kami diajak ikutan acara Parade Gending, Malam Tirakatan dan Obor Ambal Warsa yang semuanya berpusat di Pendopo Desa Kalilunjar. Dan sekitar pukul 22.00 kami istirahat dan makan malam di homestay rumah penduduk yang sudah disediakan.

Sedang bersiap untuk River Tubing, foto-foto duluuu

 

Seru yaaa! Teriakan mereka sampai kedengeran dari jauh. Photo by : @olipe_oile

Baca juga punya Mbak Idah : River Tubing di Kali Panaraban

Nih lampu-lampu kalau malam hari, cakep yaa…

 

Kinan nampang sama Bapak

Gagal Naik Bukit Asmara Situk

Subuh keesokan paginya (29/8) , saya sudah bangun dan mandi. Dingin sih tapi seger banget, soalnya semalem gak mandi, hahaha. Mas Erwin juga siap-siap karena agenda pagi ini adalah naik ke Bukit Asmara Situk, dan ternyata oleh tuan rumah sudah disediakan teh dan kopi panas di teras samping rumah. Jadi kami duduk-duduk sambil nyeruput menikmati pemandangan kebun salak. Teman sebelah kamar kami belum keluar kamar dong. Hayooo.. tebak siapa? 😛 Tapi ternyata Kinan masih nyenyak sekali tidurnya. Mau dibangunin takut merusak mood seharian. Akhirnya, hanya mas Erwin yang ikut naik ke Bukit Asmara Situk bersama rombongan teman lainnya. Biasanya, untuk menuju lokasi BAS (Bukit Asmara Situk), pengunjung cukup membayar tiket sebesar Rp 15.000,- dan menaiki anak tangga yang rapi  dan agak menanjak selama kurang lebih 20 menitan. Pada saat kemarin, teman-teman kurang beruntung melihat spot di bawah, karena tertutup kabut. Berarti harus di-remidi lagi ya kesananya? Hehe.. Btw, namanya kekinian banget kan ya, penamaan Bukit Asmara Situk ini diambil dari sejarah dari pendiri desa yaitu Ki Candra. Nhah, Ki Candra ini bertemu pertama kali dengan Nyi Candra, sang belahan jiwanya di bukit ini. Nanti bisa baca postingan mas Erwin dan temen-temen lain yang langsung naik ke bukit yang punya spot foto Jones ini yaa!

Baca juga punya Afri : Bukit Asmara Situk

Kirab Boyong Oyod Genggong, Akar Berumur Ratusan Tahun

Selagi menunggu teman-teman yang naik ke BAS, saya jalan-jalan bersama Kinan ke sekitar homestay. Ternyata sudah ramai sekali warga memakai kostum adat Jawa. Ternyata, mereka sedang bersiap untuk mengikuti acara Boyong Oyod Genggong. Tidak hanya bapak dan ibu-ibunya saja, anak kecilpun ikutan acara ini. Mereka juga mengenakan pakaian Jawa, sambil membawa “tenggok” berisi sayur mayur yang akan dikirab bersama gunungan hasil pertanian. Sejarahnya, Boyong Oyod Genggong adalah pemindahan pusat pemerintahan desa Kalilunjar, yang dulunya berada di dusun Genggong, pindah di dusun Purwosari. Boyong Oyod Genggong secara simbolis (membawa akar) akan dilaksanakan dengan berjalan kaki dari Genggong ke Balaidesa. Konon katanya, akar ini sudah berusia hampir 200 tahun namun tidak busuk, lho..

 

Persiapan untuk ikutan acara Kirab Boyong Oyod Genggong

 

Adek-adek unyu-unyu ikutan kirab juga lho..

 

Ramainya Kirab Boyong Oyod Genggong

Pesta Pala : Festival Kuliner ala Kalilunjar

Setelah acara Boyong Oyod Genggong selesai, berlanjut dengan acara Pesta Pala di seberang Pendopo. Ada sekitar 22 stand kuliner yang ditampilkan disini yang diikuti oleh perwakilan tiap RT. Uniknya, ada banyak olahan makanan yang berbahan dasar “Pala pendem” seperti ubi, singkong, uwi, kentang, dan sebagainya dan “Pala gantung” seperti pisang, pepaya, kelapa, nanas, timun dan lainnya, disediakan gratis ataupun membayar seikhlasnya.  Ada gethuk, manisan papaya, klepon, lemed (bahasa Banjarnya lemeks) hingga minuman jembawuk. Rame dan kenyang pastinya! Lalu beranjak dari Pesta Pala, kami makan siang dengan nasi bungkus yang ikut didoakan dan dibagi-bagikan di Pesta Pala. Berdasarkan cerita dari Bapak Suwondo (si empunya rumah di homestay kami), nasi bungkus itu hanya boleh diisi dengan lauk sederhana seperti tahu dan tempe, karena simbol dari kesederhanaan warga sekitar.

Yang gini ada yang bisa nolak?

 

Ada pala pendem, ada pala gantung

 

Kurang lebih ada 22 stand kuliner yang ada di pesta Pala

Tidak terasa sudah hampir Dhuhur dan kami segera bersiap-siap untuk pulang. Bagi saya sih ini pengalaman yang menyenangkan. Selain bisa menikmati pesta budaya yang dikemas sangat apik, ini bisa jadi kenang-kenangan yang indah buat Kinan di masa nanti, bisa ke Kalilunjar bersama blogger-blogger kece! Terima kasih kepada mas Agus, mas Ipong, mbak Idah, Pak Suwondo sekeluarga dan semua warga Kalilunjar yang sudah mengizinkan kami ikut menikmati meriahnya suasana Pesta Budaya Kalilunjar. Meskipun kegiatan kami disana banyak melenceng dari rundown, saya tetap mengapresiasi setinggi-tingginya karena ini adalah kegiatan swadaya dari kelompok sadar wisata dari desa sendiri. Namun, karena potensi wisatanya  baik alam, budaya, sejarah, kuliner, dan lainnya luar biasa sudah sangat mendukung, mungkin ada baiknya untuk kegiatan yang akan mendatang harus lebih terkoordinasi. Contohnya ketika acara satu selesai bisa langsung sambung acara lain atau lebih banyakin inisiatif dari tim guide-nya untuk mengkondisikan para pengunjung.  Tapi, overall sippplah! Sukses terus untuk Desa Wisata Kalilunjar!

See you, guys!

Yang jelas, karena saya masih belum nyoba river tubing sama naik Bukit Asmara Situk-nya, jadi saya pasti akan balik kesana lagi doong. Yuk yuuuk…

 

Desa Wisata Kalilunjar

Instagram :
@kalilunjar_culture_village
@bukit_asmara_situk

3 thoughts on “Menikmati Pesta Budaya Kalilunjar Banjarnegara, Dari Parade Gendhing Hingga Pesta Pala”

    1. Dipaksa tapi bungah, wkwkwkwk.. kapan2 memang harus dipaksa lagi 😛
      Iyees, pingin banget ngerasain “ditendang” *ehhh. Semoga pas kesana debit air bersahabat yaaa

Leave a comment